KESADARAN BERBAHASA
Bahasa
muncul dari ujaran orang seorang. Bahasa merupakan hasil aktivitas manusia.
Maju mundurnya suatu bahasa bergantung pada tiap pemakai bahasa.
3.1 Pengertian Bahasa
Tiap
orang mempunyai pandangan tentang bahasanya sendiri. Dia menyadari bahwa bahasa
merupakan suatu kebutuhan untuknya. Tanggung jawab bahasa tidak saja terletak
pada penguasa, tetapi orang yang berkesadaran bahasa merasa bahwa ia pun merasa
bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasanya apalagi bahasa
nasionalnya.
Disadari
bahwa tidak tiap menginsafi tanggung jawab ini. Mereka acuh tak acuh sebab
menurut dia, yang penting : “ asal orang mengerti apa yang saya katakan”. Hal
seperti ini tak dapat dibiarkan kalau kita ingin memajukan bahasa, apakah itu
bahasa daerah (BD) atau bahasa Indonesia (BI). Untuk itu tiap orang harus
mempunyai kesadaran berbahasa, yang dimaksud dengan kesadaran berbahasa ialah
sikap seseorang baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
bertanggung jawab sehingga menimbulkan rasa memiliki suatu bahasa atau dengan
ia berkemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa. Ciri-ciri orang yang
mempunyai kesadran berbahasa :
ü Sikap
terhadap bahasa dan berbahasa
ü Tanggung
jawab terhadap bahasa dan berbahasa
ü Rasa
ikut memiliki bahasa
ü Kemauan
membina dan mengembangkan bahasa
3.2 Tanggung Jawab terhadap Bahasa
dan Berbahasa
Orang
menguasai paling sedikit satu bahasa. Orang yang menguasai satu bahasa disebut
monoligal. Orang yang menguasai dua bahasa disebut bilingual atau dwibahasawan.
Sedangkan orang yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual. Bagi
kita di Indonesia, soal BD dab BI tak perlu dipertentangkan. Dua-duanya dijamin
dalam UUD 1945. Dua-duanya perlu dibina dan dikembangkan.
Ciri-ciri
orang bertanggung jawab terhadap suatu bahasa dan pemakaian bahasa :
ü Selalu
berhati-hati menggunakan bahasa
ü Tidak
merasa senang melihat orang yang mempergunakan bahasa secara serampangan
ü Memperingatkan
pemakai bahasa kalau ternyata ia membuat kekeliruan
ü Tertarik
perhatiannya kalau orang menjelaskan hal yang berhubungan dengan bahasa
ü Dapat
mengoreksi pemakaian bahasa orang lain
ü Berusaha
menambah pengetahuan tentang bahasa tersebut
ü Bertanya
kepada ahlinya kalau menghadapi persoalan bahasa.
Tanggung
jawab berbahasa mengandung unsur keselamatan pembicara dan pemakai bahasa.
Tanggung jawab pemakai bahasa bukan saja terbatas pada pemilihan kata dan
kalimat yang baik, melainkan juga bagaimana caranya mengucapkan kata atau
kalimat itu. Tanggung jawab bahasa dan berbahasa mempunyai akibat yang
mempunyai jangkauan luas. Jangkauan untuk manusia yang akan datang dan manusia
sekitar pemakai bahasa. Akibat social yang akan datang karena bahasa akan
diwariskan kepada generasi setelah pemakai bahasa dan akibat sosial sekitar
karena bahasa bergejala antara seorang dan orang lain. Jadi, tanggung jawab
terhadap bahasa dan berbahasa adalah vertical dan horisontal.
3.3 Sikap terhadap Bahasa dan
Berbahasa
Tiap
bahasa adalah penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan yang unik . . . (St.
Takdir Alisyahbana dalam Arman Halim I. Ed, 1976 : 40). Karena bahasa adalah
penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan, maka bahasa dipengaruhi oleh
pemakai bahasa yang pada dasarnya unik pula.
Marilah
kita lihat percakapan dibawah ini :
A
: pi dimana ngana? ‘engkau
pergi kemana?’
B
: pi di pasar ‘pergi
ke pasar’
A
: pi bikin apa? ‘untuk
apa?’
B
: pi bili ikan deng sayor ‘pergi
membeli ikan dan sayur’
A
: bole kita baku iko? ‘bolehkah
aku ikut?’
B
: bole, jo mari! ‘boleh,
marilah !’
Bahasa ini adalah dialek manado, mereka
tidak menggunakan BI. Mengapa? Jawabnya
ialah, situasi perjumpaan dan kegiatan menceritakan kembali bukanlah situasi
resmi. Harimurti kridalaksana (1978:98) mengatakan bahwa BI digunakan untuk keperluan-keperluan resmi, yaitu dalam.
1. Komunikasi
resmi
2. Wacana
ilmiah
3. Khotbah,
ceramah dan kuliah
4. Bercakap
cakap dengan orang yang dihormati
Sehubungan
dengan itu sikap bahasa dan berbahasa dapat dilihat dari dua segi, yakni :
a. Sikap
positif
b. Sikakp
negative
Sikap
positif terhadap bahasa dan berbahasa terlihat pada penampilan seseorang ketika
dia menggunakan bahasa. Sikap terhadap bahasa itu terlihat dari penghargaannya
terhadap bahasa. Tetapi kalau pada
situasi resmi, masih kita dapati penggunaan penggunaan bahasa yang tidak
menurut kaidah, disana kita berkata, bahwa sikap pemakai bahasa tersebut sangat
disesalakan. Untuk itu “kesadaran”
terhadap bahasa haarus menjiwai kita.
3.4 Rasa Memiliki Bahasa
Sikap positif bahasa dan berbahasa
menghasilkan perasaan memiliki bahasa. Maksudnya bahasa sudah dianggap
kebutuhan pribadi yang esensial, memiliki pribadi, dijaga dan dipelihara.
Bahasa adalah sesuatu yang kita dapat dengan proses belajar yang kemudian harus
kita sadari bahwa bahasa itu adalah milik kita. Baik BD maupun BI, atau BA kita
anggap milik kita pribadi.
Dengan kesadaran bahasa diharapkan dapat
timbul rasa memiliki bahasa. Untuk menanamkan rasa memiliki bahasa, orang harus
bertitik tolak dari anggapan bahwa bahasa adalah miliknya pribadi.
3.5 Partisipasai dalam Pembinaan
Bahasa
Perasaan memiliki bahasa dapat
menimbulkan tanggung jawab dan kegiatan membina bahasa baik melalui kegiatan
pribadi atau kelompok. Bukti keikutsertaan itu terutama ternyata dari pemakain
bahasa yang tertib. Jadi kalau seseorang telah berhati-hati berbicara dan
menulis sehingga bahasanya terpelihara, maka keadaan ini terlah menandakan
bahwa dia telah berpartisipasi dalam pembinaan bahasa. Dengan kata lain, usaha
pertama-tama sebagai bukti keikutsertaan kita dalam pembinaan bahasa ialah
sikap kita kalau sedang menggunakan bahasa penulis namakan partisipasi formal.
Kita berusaha setiap kali kita mempergunakan bahasa (berbicata atau menulis)
selalu memperhatikan kaidah bahasa yang bersangkutan. Partisipasi formal terlihat
usaha kita berupa kegiatan pembinaan melalui pertemuan formal.
Kita menyebarkan tulisan baik berupa
buku, pemuatan di surat kabar atau majalah tentang persoalan kebahasaan. Jadi,
kita adalah peserta aktif. Kalau ada kegiatan kebahasaan kita terpanggil untuk
melaksanakannya. Ini semua merupakan partisipasi formal setiap pemakai bahasa.
Tentu tidak semua memakai bahasa diharapkan berpartisipasi secara formal, yang
diharapkan minimal kita berpartisipasi secara informal dengan penuh kesadaran,
kita menggunakan bahasa secara tertib.
Penulis
Niki
Lestari
NIM
41032151111024